Kamis, 17 November 2011

Sariawan Akibat Kekurangan Vitamin C

Tentu kita sudah pernah mengalami sariawan, bahkan sering kambuh hampir tiap bulan. Masyarakat sering menganggap sariawan diakibatkan karena kekurangan vitamin C. Mereka berusaha mengobati dengan cara minum tablet suplemen kaya vitamin C atau banyak makan buah seperti jeruk.

Sariawan di dalam dunia medis dikenal sebagai aphthous stomatitis. Lebih dari seperempat masyarakat pernah mengalami sariawan dengan kemungkinan 25 % mengalami kekambuhan dalam 3 bulan. Penderita merasakan nyeri yang mengganggu saat makan, berbicara, dan menelan. Sariawan umumnya berbentuk bulat oval, berwarna putih dengan batas tegas, sekitarnya berwarna merah (menyerupai halo), Penyakit ini akan sembuh dalam jangka waktu 7-10 hari.

Penyebab sariawan sampai sekarang belum diketahui. Namun, pada beberapa kasus berhubungan dengan penyakit lain seperti sindrom Behcet, Lupus, penyakit Chron, dan enteropati Gluten. Faktor pencetus sariawan adalah trauma seperti tergigit atau tertusuk ketika makan dan infeksi rongga mulut. Faktor lain yang mungkin berhubungan adalah kelainan kekebalan tubuh, faktor keturunan, pengaruh obat, dan infeksi HIV.

Pengobatan ditujukan terutama untuk mengatasi nyeri dan mempercepat penyembuhan.(1) Pemberian obat kumur antiseptik dan kortikosteroid krim atau pasta cukup bermanfaat dalam pengobatan jangka pendek, tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan. Pemberian kortikosteroid yang diminum seperti Prednison mampu menurunkan frekuensi kekambuhan. (2)

Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara kekurangan vitamin B12, asam folat dengan sariawan berulang.(3) Pada kasus sariawan berulang ditemukan kadar vitamin B12 yang rendah.(5) Pemberian tambahan vitamin B12 terbukti menurunkan kemungkinan kekambuhan sariawan. (4,6,7).

Kekurangan vitamin B12 memang diketahui dapat menyebabkan radang pada lidah (glossitis), luka rekahan di bibir (angular cheilitis) sedangkan kekurangan vitamin C menyebabkan gusi mudah berdarah (scurvy). Sedikit penelitian yang membuktikan peranan vitamin C untuk sariawan. (8) Ada penelitian kecil menunjukkan penurunan rasa nyeri dan frekuensi kekambuhan sariawan dengan pemberian vitamin C 2 gram/hari. (11)

Vitamin B12 lah yang telah terbukti mempunyai peranan dalam timbulnya sariawan berulang. Kebutuhan vitamin B12 dapat tercukupi dari daging merah, hati dan ginjal, serta sedikit terkandung dalam susu,keju, ikan.  Vitamin B12 dapat diperoleh dalam produk sereal, roti, dan produk makanan lainnya yang sudah diperkaya dengan vitamin B12. Sebenarnya vitamin B12 terkandung pada kulit atau gabah beras, gandum-ganduman lainnya. Namun, dengan teknologi mesin, biji-bijan tersebut telah terpisah bersih dari kulitnya sehingga menghilangkan kandungan vitamin B12.

Vitamin C tidak bermanfaat dalam pengobatan sariawan. Jadi ketika kita sedang mengalami sariawan, kita tidak perlu minum banyak vitamin C. Malahan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C seperti jeruk nipis, jeruk manis, lemon, jeruk bali harus dihindari karena memiliki sifat asam yang diketahui dapat memperlama penyembuhan sariawan. Apabila sering mengalami kekambuhan, periksalah ke dokter untuk memastikan penyakit serius yang bisa menyertai sariawan dan untuk menemukan penyebab kekambuhan.


1.Barrons RW , Treatment strategies for recurrent oral aphthous ulcers. Am J Health Syst Pharm. 2001 Jan 1;58(1):41-50.
2. Femiano F, Gombos F, Scully C.  Recurrent aphthous stomatitis unresponsive to topical corticosteroids: a study of the comparative therapeutic effects of systemic prednisone and systemic sulodexide. Int J Dermatol. 2003 May;42(5):394-7.
3. Piskin S, Sayan C, Durukan N, Senol M. Serum iron, ferritin, folic acid, and vitamin B12 levels in recurrent aphthous stomatitis. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2002 Jan;16(1):66-7.
4. D Wray, M M Ferguson, D K Mason, A W Hutcheon, and J H Dagg.  Recurrent aphthae: treatment with vitamin B12, folic acid, and iron. Br Med J. 1975 May 31; 2(5969): 490–493. 
5. Koybasi S, Parlak AH, Serin E, Yilmaz F, Serin D. Recurrent aphthous stomatitis: investigation of possible etiologic factors. .Am J Otolaryngol. 2006 Jul-Aug;27(4):229-32.
6. I Volkov, I Rudoy, U Abu-Rabia, T Masalha,  R Masalha. Case Report: Recurrent aphthous stomatitis responds to vitamin B12 treatment. Can Fam Physician. 2005 June 10; 51(6): 844–845.  

7. I. Volkov, I. Rudoy, R. Peleg & Y. Press: Successful treatment of recurrent aphthous stomatitis of any origin with vitamin B12 (irrespective of its blood level). The Internet Journal of Family Practice. 2007 Volume 5 Number 1
8. K Akhilender Naidu. Vitamin C in human health and disease is still a mystery ? An overview. Nutrition Journal 2003, 2:7
9. A. Altenburg, C. Zouboulis. Current Concepts in the Treatment of Recurrent Aphthous Stomatitis. Skin Therapy Letter, Vol 13 no 7, September 2008.
10. M Ogura, T Yamamoto, M Morita, T Watanabe. A case-control study on food intake of patients with recurrent aphthous. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology, and Endodontology.  Volume 91, Issue 1, January 2001, Pages 45-49
11. Yasui K, Kurata T, Yashiro M, Tsuge M, Ohtsuki S, Morishima T. The effect of ascorbate on minor recurrent aphthous stomatitis. Acta Paediatr. Dec 10 2009


Jumat, 04 November 2011

Pemandian Air Panas Menyembuhkan Penyakit Kulit

Pancuran Pitu Baturaden merupakan pemandian air panas yang mengandung belerang. Dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit.  
Pemandian air panas di Hantakan kini banyak dikunjungi warga. Air yang memancar dari sumur tersebut dipercaya bisa membuat awet muda dan mengobati berbagai penyakit kulit.

Cerita di atas acapkali kita dengar ketika berbicara mengenai pemandian air panas. Kandungan belerang (sulfur) pada pemandian air panas lah yang sebenarnya mampu menyembuhkan penyakit kulit. Tentu tidak semua peyakit kulit seperti yang diceritakan orang. Air panas yang dihasilkan berasal dari panasnya perut bumi gunung berapi, sehingga kandungan belerangnya begitu tinggi.  Adanya belerang ini ditandai dengan bau seperti telur busuk akibat pelepasan gas sulfur dioksida. 

Belerang dapat menyembuhkan beberapa penyakit kulit karena memiliki sifat sebagai penghancur keratin (keratolytic), antijamur dan antibakterial. Namun, mekanisme kerjanya belum diketahui secara pasti sampai sekarang. Keratin adalah protein penyusun lapisan tanduk pada kulit ari. Pada penyakit jamur kulit, keratin merupakan sumber makanan dan tempat melekat bagi jamur.

Sulfur masuk ke dalam kulit dan berikatan dengan protein sistein yang banyak terdapat di lapisan terluar kulit atau dikenal sebagai lapisan tanduk untuk membentuk senyawa hidrogen sulfida. Senyawa inilah yang mampu menghancurkan keratin. Dengan hancurnya keratin, jamur akan kehilangan tempat melekat sehingga dapat luruh. Selain itu, sulfur yang masuk ke kulit dapat membentuk senyawa asam pentatonat dengan bantuan mikroorganisme normal yang terdapat di kulit. Senyawa ini juga dapat mematikan jamur. Sifat sebagai antibakteri diperkirakan melalui adanya hambatan pada gugus sulfhidril terkandung dalam sistem enzim bakteri. Enzim merupakan senyawa yang berperan sebagai katalisator dalam pelbagai proses kimiawi di dalam tubuh makhluk hidup, termasuk bakteri. Dengan ketidakmampuan enzim bekerja dengan baik, bakteri tidak dapat mencerna makanan, menghasilkan energi, dan berkembang biak. 

Berdasarkan penelitian, krim atau salep olahan yang mengandung sulfur mampu mengatasi penyakit seperti panu, ketombe, jerawat, kutil, dan kudis (skabies). Salep seperti 88 dan Nosib sudah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk mengobati panu dan jamur di selangkangan. Mungkin kita juga pernah dengar shampo Selsun untuk mengatasi ketombe.

Agar dapat menyembuhkan penyakit, diperlukan dosis atau kandungan belerang yang tepat, durasi yang cukup dan frekuensi terpapar oleh belerang yang cukup. Tentu ini sulit dipenuhi melalui cara berendam di mata air panas. Di samping itu, beberapa orang sensitif terhadap air yang mengandung kadar mineral yang tinggi sehingga dapat menimbulkan alergi atu iritasi pada kulit. Yang perlu diperhatikan juga bahwa WHO sebagai badan kesehatan dunia telah mengeluarkan pernyataan mengenai potensi penularan pelbagai penyakit melalui air yang digunakan sebagai sarana rekreasi, termasuk di dalamnya kolam renang, spa, pemandian air panas. Bisa kita bayangkan apabila kita berendam di tempat yang baru saja dipakai oleh orang berpenyakit jamur. Bukan mendapat kesembuhan, tetapi malahan dapat penyakit tambahan. Dengan adanya pelbagai produk obat yang tersedia, tentu lebih aman dan efektif untuk menyembuhkan penyakit kulit.

Kalau ada cara yang efektif dan aman, mengapa kita memilih yang aneh-aneh

Selasa, 01 November 2011

Anggapan Susu dapat Menetralkan Racun

Susu dianggap oleh masyarakat sebagai agen penetral. Ketika ada korban keracunan insektisida (racun serangga), tindakan pertolongan pertama adalah pemberian susu atau kadang air kelapa. Mitos lainnya adalah jangan minum obat bersama susu karena dapat menetralkan obat tersebut. Anggapan di atas tidak hanya dipercayai masyarakat berpendidikan rendah tetapi termasuk golongan berpendidikan tinggi. Tidak jarang anggapan ini ikut disebarluaskan oleh tenaga kesehatan, termasuk dokter ketika memberikan penjelasan aturan minum obat kepada pasien.

Pada kasus keracunan, tujuan utama penanganan adalah segera membuang racun yang belum terserap, mencegah penyerapan lebih lanjut, menetralisir racun yang sudah terlanjur ada di dalam tubuh, membuang racun yang sudah terlanjur beredar di dalam tubuh. Susu hanya bermanfaat pada kasus keracunan logam berat, seperti air raksa (Merkuri), timbal, besi, perak. Susu merupakan protein yang memiliki sifat dapat mengalami denaturasi (berubah bentuk) jika bereaksi dengan logam berat. Logam berat ini akan membentuk ikatan dengan protein yang terdenaturasi sehingga mencegah penyerapan lebih lanjut logam berat ke dalam tubuh.

Susu juga bermanfaat diberikan pada kasus keracunan cairan korosif yang tertelan. Susu dapat mengencerkan cairan korosif di lambung sehingga mengurangi kadar keasaman dan mengurangi kerusakan lebih lanjut diakibatkan cairan korosif. Namun, dalam pemberiannya harus hati-hati. Pemberian air atau susu terlalu banyak dapat memicu korban untuk muntah sehingga menyebarkan cairan korosif ke bagian lain di dalam saluran makan dan menimbulkan kerusakan lebih luas. Susu atau air harus diberikan hanya sebanyak 1 gelas kecil (200-250 cc) untuk dewasa, setengah gelas untuk anak-anak. 

Pemakaian karbon (activated charcoal) atau lebih dikenal sebagai Norit, pada kasus keracunan lebih bijaksana dibanding susu. Karbon memiliki sifat sebagai penyerap / adsorbent dengan cara mengikat racun. Namun tidak semua racun dapat diserap oleh karbon. Material korosif, alkohol, kalium, besi, lithium adalah contohnya. Pada kasus overdosis obat-obatan, karbon sangat bermanfaat sebagai pertolongan pertama untuk mencegah penyerapan racun. Pemberian karbon harus hati-hati. Korban harus dipastikan sadar penuh dan mampu menjaga jalan nafas.

Pada kasus keracunan, secara umum dianjurkan untuk tidak memberikan apapun lewat mulut kepada korban, kecuali diinstruksikan oleh dokter. Pada korban yang tidak sepenuhnya sadar, pemberian minuman akan sangat berbahaya. Kasus keracunan acapkali disertai muntah, kadang dipicu juga oleh pemberian minuman. Ketika korban tidak mampu menjaga jalan nafasnya dengan baik, muntahan ini dapat masuk ke saluran pernafasan dan menyebabkan sumbatan di saluran nafas maupun di paru-paru. Membawa korban ke fasilitas kesehatan terdekat dengan membawa contoh barang yang dicurigai sebagai racun akan sangat menolong nyawa korban tanpa membahayakan korban lebih lanjut dengan pemberian minuman seperti susu. 

Tidak ada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam pemberian susu untuk korban keracunan. Lebih banyak resiko dibanding manfaat yang belum jelas ada buktinya